Sistem Patriarki: Siapa yang Dirugikan?

Hani | Jan 22, 2018 | Gender
Sistem patriarki membuat lelaki seakan-akan seperti pahlawan super yang terlihat kuat dan menolong pihak yang lemah. Namun, apakah laki-laki menikmati “hak istimewa” yang mereka dapatkan dari sistem patriarki?
The systematic domination of women by men and domination of men by other men.” — Chapman J. mendefinisikan patriarki.

Ada sebuah ungkapan dalam bahasa Jawa yang berbunyi “swargo nunut, neraka katut” dan secara literal dapat diartikan menjadi “ke surga mengikuti, ke neraka pun terbawa”. Ungkapan tersebut dianggap oleh kebanyakan orang sebagai pengingat bahwa kedudukan suami dalam rumah tangga lebih tinggi dari istri. Karenanya apapun yang dilakukan oleh suami, istri secara otomatis harus mengikuti. Dalam hal ini posisi perempuan hanyalah sebagai subordinasi dari kaum lelaki. Penempatan perempuan sebagai subordinasi dari laki-laki adalah salah satu bentuk ketidakadilan gender akibat pengaruh dari sistem patriarki, dan kemudian merugikan kaum perempuan karena muncul stigma-stigma yang membatasi mereka.

Menurut Barfield dalam Kruger (2014), patriarki melambangkan sebuah sistem sosial dimana garis keturunan berasal dari pihak bapak. Dalam sistem patriarki, laki-laki berada pada posisi yang lebih menguntungkan dan cenderung “berkuasa” terhadap perempuan (Pranowo, 2004). Dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari bahwa lelaki lebih leluasa berekspresi dalam ruang publik, misalnya laki-laki cenderung lebih bebas keluar pada malam hari atau laki-laki tidak perlu mengkhawatirkan pakaian yang mereka kenakan akan mengundang omongan warga sekitar. Laki-laki dalam sistem patriarki juga dikenal sebagai sosok yang selalu kuat, pekerja keras karena umumnya menjadi tulang punggung keluarga, serta tak pernah terlihat lemah. Berbanding terbalik dengan sosok perempuan yang terlihat lemah dan tak berdaya tanpa adanya sokongan dari lelaki.

Perempuan yang hidup dalam sistem patriarki seringkali dianggap hanya sebagai pendamping laki-laki. Mereka yang dianggap tidak memiliki tenaga sebanding dengan laki-laki sering kali diremehkan, dan pada akhirnya perempuan hanya ditempatkan pada posisi di bawah derajat laki-laki. Perempuan juga diidentikkan dengan pekerjaan domestik seperti mengerjakan pekerjaan rumah tangga serta mengurus anak dan suami di rumah. Hal ini yang menimbulkan marjinalisasi terhadap perempuan sehingga mereka dirasa tidak mampu untuk berdiri sendiri.

Sistem patriarki membuat lelaki seakan-akan seperti pahlawan super yang terlihat kuat dan menolong pihak yang lemah. Namun, apakah laki-laki menikmati “hak istimewa” yang mereka dapatkan dari sistem patriarki?

Tingginya Jumlah Kematian (Mortalitas) Laki-Laki

Menurut studi yang dilakukan Stanistreet, Bambra dan Scott-Samuel (2005), tingginya tingkat patriarki berbanding lurus dengan tingginya mortalitas laki-laki. Studi lain yang dilakukan oleh Kruger, Fisher dan Wright dari University of Michigan (2014) juga menyebutkan hasil yang serupa, bahwa laki-laki yang hidup di lingkungan dengan tingkat patriarki tinggi memiliki mortalitas yang lebih tinggi dibanding mereka yang hidup di lingkungan dengan kesetaraan gender. Penelitian yang dilakukan Kruger dan kawan-kawan menggunakan data sosiodemografi dan mortalitas dari WHO (World Health Organization), United Nations, CIA World Factbook, dan The Encyclopedia of World Cultures.

Menurut mereka, patriarki mencerminkan tingkat kontrol laki-laki terhadap perempuan sebagai aset reproduksi. Selain itu patriarki juga membuat adanya tingkat persaingan antar laki-laki untuk mendapatkan posisi dan kekuasaan, yang secara historis dilakukan demi kesuksesan proses reproduksi dari laki-laki itu sendiri. Karena lelaki dengan kontrol serta status sosial lebih tinggi akan mendapat kesuksesan lebih dalam proses reproduksinya, dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki kontrol dan status sosialnya rendah. Kemudian untuk meraih dominasi secara sosial, laki-laki akan bersaing satu sama lain dan tidak jarang dengan cara yang berbahaya. Intensitas kompetisi antar laki-laki ini yang diprediksi mengakibatkan tingkat kematian laki-laki jadi lebih tinggi.

Menurut Smuts (1995), dibandingkan dengan primata lainnya manusia lebih menonjolkan lelaki dalam hal dominasi dan kontrol lelaki terhadap seksualitas perempuan. Hal ini tentu saja melukai pihak perempuan karena seksualitas adalah hal yang bersifat pribadi dan hanya diri sendiri yang berhak mengontrolnya. Motivasi laki-laki untuk memperoleh kekuasaan atas perempuan tidak hanya sebatas pertarungan antar laki-laki dan perempuan saja namun antar sesama laki-laki pula. Maka hal ini sesuai dengan penelitian Kruger dan kawan-kawan bahwa pertarungan atas dasar sistem patriarki hanya akan melukai kedua belah pihak. Ketika perempuan bersatu untuk memperoleh keadilan kaum mereka, apakah kaum laki-laki bersatu untuk menghentikan persaingan tersebut?

Dari masa ke masa, perempuan bersatu untuk memperoleh kesetaraan antar gender. Seperti gerakan perempuan di Amerika Serikat pada abad 19 yang memperjuangkan hak suara bagi perempuan dengan membentuk National Women Suffrage Association (NWSA), terbentuknya organisasi perempuan di Australia yaitu Woman’s Christian Temperance Union (WCTU) dengan tujuan serupa seperti NWSA yaitu memperjuangkan hak pilih perempuan. Di Indonesia, perempuan memiliki komisi khusus yaitu Kominisi Nasional Perempuan yang bertugas untuk melindungi dan menghapuskan kekerasan terhadap perempuan. Kemudian muncul pertanyaan, kenapa tidak ada lembaga yang melindungi laki-laki? Apakah karena laki-laki dianggap selalu kuat sehingga mampu melindungi dirinya sendiri?

Sistem patriarki memang secara langsung terbukti memiliki dampak buruk terhadap perempuan. Namun siapa sangka, laki-laki yang diposisikan sebagai pihak yang “berkuasa” ternyata juga mendapatkan dampak negatif. Dari sini terbukti bahwa melihat suatu fenomena dari satu sisi saja tidaklah cukup. Masih ada sisi-sisi lain yang harus dilihat dan dipelajari agar kita lebih bijak menilai suatu fenomena.

***

Catatan Kaki

Stanistreet, D., Bambra, C., & Scott-Samuel, A. (2005). Is Patriarchy the Source of Men’s Higher Mortality? Liverpool: J Epidemiol Community Health.

Kruger, D. J., Fisher, M. L., & Wright, P. (2014). Patriarchy, Male Competition, and Excess Male Mortality. Evolutionary Behavioral Sciences Vol. 8, No. 1, 3-11.

Pranowo. (2004). Pengkajian Dampak Marjinalisasi Terhadap Kaum Perempuan dalam Keluarga di Sampang, Madura. Jurnal PKS Vol. III, No. 9, 48-61.

Smuts, B. (1995). The Evulotionary Origins of Patriarchy. Human Nature Vol. 6, No. 1, 1-32.

***

Konten ini ditulis oleh Hani. Ia menyukai isu-isi perempuan dan ekonomi serta memiliki ketertarikan berlebih terhadap produk kosmetik lokal. Temukan ia di sini.

Want to Write for Us?

Share This